“sedikit” cerita kisah perjalanan, part: Pantai Bara, Bulukumba dan air terjun Bisappu, Bantaeng
Dua minggu setelah trip ke gunung
bawakaraeng, saya dan teman-teman ‘PURPALA’ merencanakan trip selanjutnya. Kami
seperti kena candu traveling, hehe. Kali ini kami berwisata pantai dan air
terjun. Tepatnya di Pantai Bara, kabupaten bulukumba dan air terjun Bisappu,
kabupaten Bantaeng. Perjalanan yang singkat, hanya dua hari satu malam.
Kali ini, saya berangkat bersama
lima orang teman lainnya yaitu Ana, Kak faad, Kak Adnan, Kak Bakri dan Fajar.
Rasanya senang bisa ngetrip lagi bersama mereka, itu artinya masing-masing
merasa nyaman berada dalam satu tim ini hehe. Kami berkumpul di kampus Unhas
lalu berangkat bersama-sama. Hari sudah sangat siang ketika kami meninggalkan
kampus Unhas. Dengan bekal bahan bakar full tank, tiga motor berjalan beriringan.
Destinasi pertama yaitu pantai
Bara, Bulukumba. Jika melihat peta pulau Sulawesi, dari kota Makassar kita akan
bergerak turun ke bawah hingga di ujung kiri pulau berbentuk huruf K ini.
Perjalanan menuju Bulukumba sekitar 200 km, bisa ditempuh dengan 4-5 jam
perjalanan menggunakan motor. Dari Makassar menuju Bulukumba, kita akan
melewati beberapa kabupaten yaitu Gowa, Takalar, Jeneponto, dan Bantaeng hingga
tiba di Bulukumba.
Sepanjang perjalanan melalui
kabupaten Gowa dan Takalar, kita akan disajikan pemandangan sawah-sawah dan
aktivitas sehari-hari penduduk lokal. Hingga tiba di Jeneponto, sajian
pemandangan sawah mulai berubah menjadi pemandangan tepi pantai. Perjalanan
melalui kabupaten Jeneponto cukup panjang dibanding kabupaten lainnya, kita
akan menemukan hamparan lahan petani garam yang terkenal dari kabupaten ini.
Melewati kota Jeneponto, sajian pemandangan menjadi bukit-bukit yang luas di
sepanjang kanan kiri jalan. Pemandangan tepi pantai tidak akan lepas hingga
kita mencapai kabupaten bulukumba.
Kami beberapa kali berhenti
sejenak untuk meluruskan kaki dan melegakan pantat yang capek karena duduk mulu
di motor. Entah untuk saling menunggu teman yang lain, atau singgah untuk isi
bahan bakar, atau sekedar untuk melepas lelah. Perjalanan kami santai,
mengingat jarak yang cukup jauh kami tidak ingin kelelahan sebelum tiba
ditujuan. Hari sudah beranjak gelap ketika kami memasuki kabupaten Bulukumba,
kami melanjutkan perjalanan untuk mencari lokasi pantai Bara.
Menurut petunjuk yang kami
ketahui, “pantai bara letaknya sekitar 5 km setelah pantai bira”. Berbekal
informasi tersebut, kami terlebih dulu menuju pantai bira. Fyi, pantai bira
merupakan pantai pasir putih yang cukup terkenal di Sulawesi Selatan dan menjadi
salah satu destinasi wisata utama wisatawan yang berkunjung ke Sulawesi
selatan. Pantai bira saat ini sudah sangat rame dan banyak tempat penginapan
yang tersedia mulai dari harga murah hingga resort yang menawarkan fasilitas
mewah. Bagi kami, itu semua terlalu mainstream. That’s why kami memilih ke
Bara, pantai yang lebih sepi dan memilih
ngecamp semalam disana.
Dari kota Bulukumba, kami masih
harus menempuh jarak sekitar 30an km untuk mencapai pantai bira. Hari sudah
mulai gelap dan motor-motor kami masih terus melaju. Hingga akhirnya kami tiba
di gerbang Pantai Bira. Fyi, tak satupun dari kami pernah ke pantai Bara
sebelumnya :D karena bingung harus kemana lagi, kami memutuskan untuk bertanya
arah menuju Bara. Ternyata untuk ke Bara kami harus masuk melalui gerbang Bira
dan membayar sepuluh ribu rupiah per orang (dapat diskon beberapa puluh ribu
setelah nego dikit sama penjaga gerbang, hehe).
Setelah melalui gerbang bira,
kami melaju sekitar 20 m lalu belok kanan dibelokan pertama (sesuai petunjuk
warga). Jalanan beraspal sudah menghilang, kami mulai memasuki kawasan semacam
hutan dengan jalan berbatu. Melaju beberapa saat, kami masih melihat
bangunan-bangunan penduduk lokal. Ada pula semacam area hiburan malam yang akan
dilewati jika ingin menuju pantai Bara. Motor kami melaju cukup lama di dalam
gelap melalui jalanan dengan batu-batu kerikil yang gede-gede. Setelah sekitar
15 menit, kami tiba di ujung jalan, disebelah kami terdapat sebuah penginapan
dengan bungalow-bungalownya. Tiba-tiba kami dihampiri dua orang wanita,”dek,
mau kempin ya disini?”Tanya salah seorang dari mereka. Iya, jawab kami. Lalu
mereka menjelaskan kalau mereka adalah pegawai resort di sebelah kami, mereka
dengan baik hati memperingatkan kami untuk berhati-hati,”kalian hati-hati aja
kalau mau kempin disini ya, awas ada rampot”ppfftt,mendengar cara bicara salah
satu wanita tersebut saya dengan susah payah menahan diri untuk tidak tertawa
karena menghormati kebaikan hati mereka. Menurut cerita, semalam sebelumnya
terjadi perampokan dan korbannya adalah orang-orang yang ngecamp disana.
Setelah ngobrol sebentar, mbak-mbak baik hati ini menyarankan kami untuk parkir
motor kami dirumah dekat resort tersebut, supaya lebih aman katanya.
Akhirnya kami memarkir motor
ditempat yang disarankan, lalu kembali lagi ke mbak-mbak baik hati untuk
meminta air tawar untuk dipakai memasak. Setelah botol-botol air kami sudah
penuh, kami mencari tempat untuk mendirikan tenda lalu memasak makan malam.
Didekat kami juga ada satu rombongan anak SMA yang sedang ngecamp, lalu juga
terdapat beberapa pengunjung resort yang sedang bersantai. Setelah kenyang,
kami duduk-duduk santai didekat tenda, menikmati suara debur ombak dengan
penerangan seadanya menggunakan headlamp. Kami duduk, bercerita, berdiskusi,
bercanda hingga akhirnya saya ngantuk dan memutuskan untuk masuk ke dalam tenda
dan tidur, zzzz!
Saya menikmati duduk di pinggir
pantai, merasakan lembutnya pasir putih di telapak kaki ku. Duduk di bawah
naungan bayang-bayang pohon kelapa sambil memandangi laut yang seakan tak
berbatas. Menikmati memandangi aktifitas orang-orang di sekeliling saya. Saya
adalah salah satu dari sekian banyak orang yang mencintai pantai. Dulu, saya
senang jika memandang batas cakrawala dari pinggir pantai. Ia tak berbatas,
seolah ingin memberitahu kita bahwa dunia itu luas, tidak sesempit yang kita
kira ketika kita menghadapi masalah, dunia itu luas, sejauh mata saya memandang
dan saya tidak dapat melihat batas dari pemandangan indah itu.
Matahari sudah mulai terik dan
hari sudah mulai siang, kami bersiap-siap meninggalkan pantai Bara. Rasanya
tidak ingin beranjak tapi kami harus karena masih memiliki satu tujuan lagi
setelah ini. Packing packing packing, kami lalu melanjutkan perjalanan menuju
kabupaten Bantaeng. Tujuan kami selanjutnya yaitu air terjun Bisappu. Tidak
jauh setelah melewati kota bantaeng, mengikuti papan petunjuk jalan, kami
berbelok masuk ke jalan yang lebih kecil lalu kendaraan kami mulai melaju dan
mendaki mengikuti alur jalan menuju air terjun Bisappu. Sekitar 10-15 menit,
kami sampai di tujuan. Kami memarkir motor lalu masuk melalui gerbang yang
terletak disebelah kanan tepat di ujung jalan. Fyi, untuk masuk ke tempat
wisata air terjun ini dikenakan tarif Rp. 5.000,-/orang sekali masuk, tapi
setelah lobi-lobi sedikit dengan bapak penjaga loket, kami akhirnya diijinkan
masuk gratis!hehe..
Hal pertama yang dilakukan mereka
(para pria) lakukan begitu melihat air terjun dan sungai adalah… mandi! Jadilah
saya begitu tiba di lokasi ini ‘menonton’ para pria ini mandi, ups tenang saja
mereka mandinya dengan pakaian yang wajar kok haha. Udara dan suasana di tempat
wisata ini sangat sejuk dan tenang. Hanya ada kami dan satu keluarga yang
sedang piknik, setelah beberapa lama si keluarga itu pulang jadilah hanya kami
yang berada di air terjun ini.
Kami menikmati suasana alam yang sejuk setelah
berpanas-panasan di pantai, lalu memasak makan siang, menghabiskan ransum-ransum
yang kami bawa. Kami tidak menghabiskan waktu lama di lokasi ini karena hari
sudah beranjak sore dan kami sudah harus tiba di Makassar secepatnya, kami
sudah mulai lelah dan petualangan kami kali ini berakhir, seeya next trip!
Komentar
Posting Komentar