"Sedikit Agak Banyak" Cerita Kisah Perjalanan , Part: Gunung Bawakaraeng, Malino

It’s a long time I didn’t write here *bersih2 debu blog*. Baiklah, kali ini saya akan menulis tentang perjalanan saya mendaki Gunung tertinggi kedua di Sulawesi Selatan yaitu Gunung Bawakaraeng. Lokasinya dimana? Gunung ini terletak di Malino, kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Ini adalah pengalaman ngetrip saya yang can’t-forgotable, kok bisa?mau tahu?yuuk…

At first, saya mau memperkenalkan “team” kami selama 3 hari disana. Saya, Ana, Kak Didi, Kak Faad, Kak Adnan, Kak Mifta, Kak Bakri, Mr. Julian, Fajar, dan dua bocah SMA.  Berawal dari candaan yang ditanggapi serius, kami kemudian menyebut team ini dengan sebutan PURPALA alias Pura-Pura Pecinta Alam, haha. Terdiri dari 9 pria dan 2 wanita (termasuk saya :D), kami adalah team yang terbentuk dari teman-panggil-teman. Alhasil, banyak dari kami baru bertemu pada hari-H ketika akan berangkat menuju Malino.
Perjalanan kali ini sebenarnya agak diluar rencana. Plan pertama, saya dan tiga orang lainnya (Ana, Kak Didi, dan Mr. Julian) berencana mendaki menuju Ramma’ (lembah gunung Bawakaraeng). Plan yang agak nekat, mengingat yang pernah ke sana hanya saya seorang. Fyi, Ana terakhir mendaki 5tahun yg lalu, Kak Didi for the first time, dan Mr. Julian know nothing bout Ramma. Kemudian, tujuh orang yang lain yang terdiri dari pria-pria berpengalaman di gunung, mulai meragukan team kami, haha. Singkat cerita, akhirnya kami setuju ikut menuju puncak Gunung Bawaraeng, kok bisa? U’ll find the reason later :D . Well, walaupun gak sesuai dengan plan awal, but there’s no regret. Kami menikmati perjalanan ini, bahkan kalau saja kami tidak bergabung dengan team kak Faad dll, entah kisah lain apa yang akan ku tulis disini :)
Kami berangkat sore hari, 9 Mei 2014. Meeting point dengan teman yang lain yaitu di Patung Ayam pasar daya Makassar. Setelah salam-salaman dan say hello satu sama lain (maklum baru ketemu hehe), kami pun berangkat, enam sepeda motor berjalan beriringan. Perjalanan yang cukup melelahkan dari Makassar menuju Malino, jalannya itu loooh, belak belok naik turun dan dengan bawaan tas ransel yg lumayan gede, pantat, pinggang dan lutut serasa gimanaaa gitu selama 3 jam duduk di atas motor. And finally, malam hari kami tiba di Lembanna (desa terakhir di jalur pendakian menuju Bawakaraeng). Begitu tiba, kami langsung markir motor di depan rumah salah satu warga dan langsung cuss menuju hutan pinus untuk ngecamp semalam di sana. Grasak grusuk pasang tenda dan masak buat makan malam. Laluu, hoams tidur buat persiapan mendaki besok. Zzz!

Subuh, 10 Mei 2014. Udaranya masih sejuk dan menyegarkan plus menenangkan karena mendengar kakak-kakak sholat subuh. Desa Lembanna yang indah beserta kebun-kebunnya masih terlihat jelas dari lokasi camp kami. Jam 8, setelah sarapan dan packing, kami siap cuss mendaki gunung lewati lembah sungai mengalir indah ke samudra, halah! Haha. Berdasarkan plan awal, kami akan mendaki bersama-sama sampai Pos 1 lalu berpisah (team saya ke Ramma, yg lainnya ke puncak). Tapii huhu belom juga 10 menit perjalanan, saya dan Ana sudah ngos-ngosan (haha, jadi malu.. :”D) sedangkan yang lain masih bersemangat jalan, kami beberapa kali singgah untuk beristirahat mengumpulkan tenaga. Beberapa kali pula kak Adnan berhenti untuk menemani kami dan akhirnya berjalan lebih dulu setelah kami yang sok-kuat berkata kami tidak apa-apa ditinggal berdua. And then, ketika akhirnya kami sampai di Pos 1, yang lainnya sudah menunggu dan senyum-senyum melihat kami yang kelelahan, haha (-_-“) begini nih, kami memang wanita petualang tapi untuk mendaki gunung, kami agak payah.  Dan mungkin karena kasihan dan takut kami tidak sanggup mencapai Ramma (mengingat pria yang akan menemani kami minim pengalaman), kak Faad dan kak Adnan sedikit memaksa kami untuk ikut bersama kami ke puncak dan berjanji kalau kami mau ikut, tas ransel kami yang seberat gunung (haha, lebay!) akan dibawakan. Well, akhirnya kami tergoda. Di pos 1 ini lah kami mengubah destinasi Ramma menjadi puncak Bawakaraeng! Dengan harapan  jika kami kelelahan dan kenapa-kenapa, setidaknya ada mereka yang akan membantu. Okeh, perjalanan dilanjutkan.

Beban berat sudah berganti menjadi beban yang lebih ringan, langkah kami pun juga menjadi ringan. Ada yang sampai dobel gardan alias bawa ransel depan-belakang karena kami, maaf sudah merepotkan huhu. Perjalanan dari Pos 1 menuju Pos 2 lancar aman jaya sentosa, kami berjalan beriringan masih bersemangat karena hari masih pagi. Pos 2 menuju Pos 3, jalur yang sangat singkat, rasanya baru berjalan sebentar kami sudah sampai di Pos 3. Di Pos 3 kami beristirahat sejenak sambil menikmati alur sungai, mengatur nafas lalu mengisi botol air minum dan melanjutkan perjalanan. Pos 3 menuju Pos 4, perjalanan sudah mulai ekstrim dan melelahkan (terutama saya dan Ana), kami menjejak tanah coklat dan tangga akar melewati hutan-hutan, sampai di Pos 4 kami disambut sebuah makam dan ada cerita mistis di area ini, area dimana pendaki sering tersesat. Tidak ingin berhenti lama-lama, kami melanjutkan perjalanan menuju Pos 5. Perjalanan yang masih sama melelahkan seperti pos sebelumnya dan lebih jauh. Beberapa kali saya berhenti untuk beristirahat, berjalan sejenak lalu beristirahat lagi, maklum saja jalur menanjak menguras cukup banyak tenaga. Hari sudah siang ketika kami sampai di Pos 5, area ini cukup luas dan dekat dengan sumber air sehingga menjadi pilihan banyak pendaki untuk beristirahat disini. So do we, kami memilih makan siang disini.

Satu yang saya suka sepanjang perjalanan ini yaitu di sepanjang jalan ketika kami berpapasan dengan pendaki lain yang sedang beristirahat maupun yang sedang berjalan, kita akan saling menyapa dan disapa walau hanya sekedar senyum atau berkata ,”mari,duluan”. Rasa solidaritas dan kebersamaan di gunung sangat tinggi. Okay, kembali ke cerita di pos 5 kami beristirahat cukup lama karena harus memasak makan siang dan duduk santai menghilangkan lelah. Setelah makan siang dan beberes,hari sudah semakin siang dan kami siap melanjutkan perjalanan. Tapi tiba-tiba… jjeeeesss, hujan turun. Yang awalnya rintik-rintik lalu makin deras, kami masing2 memakai mantel hujan seadanya dan berjalan dalam hujan. Tahu bagaimana rasanya? Rasanya menyenangkan berjalan mendaki ditengah hujan deras. 

Kami berjalan menuju pos 6, perjalanan dari pos 5 ke pos 6 adalah perjalanan dengan pemandangan yang paling indah menurut saya. Sepanjang perjalanan kita mendaki bukit berbatu dan kita dapat melihat sejauh mata memandang, pos 5 dan pemandangan sekitarnya karena di jalur ini pohon-pohon sangat jarang (katanya sih bekas kebakaran hutan jaman dahulu). Di jalur ini pula saya pertama kali melihat bunga edelweiss yang tersohor keabadiannya, katanya juga ada padang edelweiss walaupun saya tidak memperhatikan dengan baik hehe :D
Pos 6 lewat, kami langsung berjalan melanjutkan menuju pos 7, jalan masih mendaki. Istirahat sejenak lalu berjalan lalu istirahat lagi lalu berjalan lagi. Tidak banyak percakapan dan candaan karena masih hujan dan mengejar waktu agar sampai tujuan tidak terlalu malam. Saya mulai bertanya-tanya, kapan berakhirnya? (efek lelah,haha). Tiba di pos 7, kami beristirahat sejenak, masih hujan dan mulai sangat dingin. Kak faad berusaha menghibur dan mengatakan,”tenang saja, jalan menuju pos 8 ini cuma ada turunan, hati-hati saja karena jalannya licin”. Rasanya bahagia mendengar kata jalur menurun setelah daritadi berjalan mendaki melulu. Setelah mengumpulkan tenaga, kami melanjutkan perjalanan. Pos 7 menuju pos 8, here we go.
Hujan sudah mulai reda yang menyisakan jalanan yang benar-benar licin dan berlumpur. Jalur menurun memang tidak membuat mudah lelah, tapi ketika jalannya licin dan berlumpur, it’s look like a nightmare. Alhasil saya berjalan sangat pelan dan berhati-hati. Dari ujung sepatu hingga pantat saya sudah dihiasi lumpur bahkan sebelum setengah perjalanan menuju pos 8. Ditambah dengan nyamuk-nyamuk, cacing dan pacet yang ada disepanjang jalan. Setengah jam berjalan, saya mulai bertanya-tanya lagi, “kak, masih jauhkah?”lalu dijawab,”sedikit lagi, sedikit lagi”. Sejam berjalan, masih dijawab dengan jawaban yang sama. Lalu sampai di akhir jalur menurun, kami disambut dengan jalur pendakian lagi. Saya bingung, katanya tadi cuma jalur turunan, kok ada pendakian juga? Wah. Mau tidak mau, kami tetap berjalan dan berjalan dan berjalan dan berjalan hingga sejam kemudian, semangat saya sudah mulai menipis. Kaki sudah lelah, perut mulai lapar dan kami masih juga belum menemukan pos 8. Yang tersisa saya, ana, kak didi, kak adnan dan kak bakri. Teman-teman yang lain sudah berjalan lebih dulu. Kami beristirahat sejenak lalu melanjutkan perjalanan dengan veeery sloowwly. Hingga pada akhirnya kami sampai di pos 8 dengan sangat amat lelah, kami disambut oleh suhu yang amat dingin, bbbrrrr! Karena melihat kami kelelahan, kak adnan menyarankan saya dan ana untuk ngecamp saja di pos 8. Tapi.. tapi, tas dan tenda kami kan di bawa sm teman yang sudah duluan naik. Dan karena suhu yang semakin dingin, kami memutuskan ikut melanjutkan perjalanan hingga pos 9. Come on, pasti sanggup kok.
Pos 8 ke pos 9, melewati sebuah sungai yang cukup besar, melihat sungai besar sangat amat menghibur saya. Perjalanan ke pos 9, kami mendaki lagi dan tidak sejauh pos 7 ke pos 8, hari sudah sangat sore ketika kami sampai di pos 9. Daaan ternyata, udaranya lebih dingin daripada di bawah sana! Saya dan ana menggigil. Setelah para pria mendirikan tenda, kami segera membongkar isi tas untuk berganti baju agar tidak terlalu dingin. And you know what, sleeping bag saya yang berada di dasar ransel ternyata basah (-_-)”. Untungnya baju saya bungkus dengan kantong plastik. Tips bagi kalian yg pemula, packing semua barang dengan plastik sebelum dimasukkan kedalam tas, jangan mengandalkan rain cover! Setelah berganti baju, masih saja dingin. Saya dan ana kemudian masuk ke dalam tenda dengan tujuan menghangatkan diri dan tidur sejenak karena sangat lelah, kami membungkus diri dengan sleeping bag yang setengah basah. The most uncomfortable moment dimulai disini, hujan turun lagi sepanjang sore hingga pagi. Tenda kami tembus air alias kebanjiran ditambah sleeping bag yang basah makin basah kami tidur basah-basahan, serba basah sepanjang malam huhu. Tenda kami posisinya juga ditempat yang miring, alhasil kami melorot dan tertumpu pada tempat yang rendah. Hujan, basah dan suhu yang dingin membuat kami sangat tidak nyaman. Kami tidur sejam, lalu terbangun, tidur lagi, terbangun lagi. Hingga subuh tiba dan hujan sudah mulai reda. Kami bangun dan mencari makanan, mengingat kami tidak sempat makan malam karena langsung sembunyi di balik sleeping bag karena kedinginan.


Hari makin terang dan finally kami terkena hangatnya sinar matahari walaupun masih cukup dingin untuk keluar dari tenda haha. Teman-teman lain kecuali saya, ana dan Mr. Julian melanjutkan berjalan menuju pos 10, puncak Bawakaraeng. Kami yang tersisa tidak sanggup lagi melanjutkan perjalanan ke atas jadinya nunggu saja di camp pos 9. Tanggung sih sebenarnya, namun rasa lelah dan dingin mengalahkan rasa penasaran kami, terutama saya. Tanpa persiapan fisik yang cukup, saya sudah puas bisa sampai hingga ke pos 9, haha. Kurang dari sejam menunggu, teman-teman yang naik ke pos 10 sudah kembali lagi ke camp. Kami sarapan bersama lalu packing untuk kembali ke Lembanna. Jam 10 pagi, kami berangkat meninggalkan pos 9.

Setengah jam berjalan, kami tiba di sungai sebelum pos 8. Kami beristirahat sejenak disini karena saya, ana dan kak faad ingin ‘menyetor’ alias BAB, haha. Ini untuk pertama kalinya saya BAB ditengah-tengah hutan, tentunya di tempat yang aman dan tersembunyi dong :D Setelah perut kami lega, kami melanjutkan perjalanan. Pos 8 ke pos 7, jalur terpanjang dan saya menyebutnya “jalur penderitaan tiada akhir”, sangat panjang dan mempengaruhi mental untuk menyerah. Dijalur ini saya dan ana berjalan sangat lambat, kami lelah dan ditengah jalan maag ana kambuh. Setelah sampai di pos 7 dan mendapat obat, perjalanan kami mulai lancar menuju pos 6, lalu ke pos 5 dan kami berhenti lagi untuk makan siang. Hari makin siang, hujan rintik turun, udara sangat dingin dan kaki saya sudah mulai bergetar. Pos 5 ke pos 4 yang jaraknya juga lumayan jauh,  kami berjalan paling belakang rombongan dan hari sudah beranjak sore, suasana jalur ini menjadi agak gelap karena langit tertutup puncak pohon, beberapa kali kami memberi kode namun tak ada jawaban, kami memutuskan untuk terus berjalan hingga mencapai pos 3 baru lah kami bertemu dengan teman-teman yang sudah menunggu. Perjalanan pulang kami tidak selambat perjalanan sewaktu berangkat karena jalanan yang menurun sehingga kami tidak banyak berhenti untuk beristirahat. Melanjutkan perjalanan ke pos 3 lalu pos 2 hingga akhirnya hari sudah gelap ketika kami mencapai pos 1. Langkah saya mulai melambat akibat kaki saya yang sudah sakit dan bergetar. Bayangan rumah dan selimut yang hangat merupakan semangat untuk terus melanjutkan hingga ke desa Lembanna.
Nyaris pukul 8 malam, kami tiba di tempat motor kami diparkir. Hanya beristirahat sejenak, kami melanjutkan perjalanan menuju rumah masing-masing di Makassar. Perjalanan 3 hari yang sangat melelahkan namun tak akan bisa saya lupakan. Terutama karena saya berjalan bersama teman-teman yang baru saya kenal dan temui. Teman-teman yang keren dan seru, menyisakan banyak cerita sepanjang perjalanan kami. Dan sedikit pujian buat pria-pria ini, mereka adalah the real Indonesian man yang bersedia merepotkan diri mereka sendiri dengan mengajak kami ikut team mereka hanya karena khawatir jika kami berjalan sendiri tanpa ditemani orang berpengalaman. Thanks guys! Seeya next trip J


“berbagi waktu dengan alam, kau akan tahu siapa dirimu yang sebenarnya” –Ost.Gie

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Island Trip ; Pulau Podang-Podang Caddi

My favourite outdoor place (1); Danau Tanralili, Kab. Gowa, Sulawesi Selatan.

Mountain Trip ; Camping di Danau Tanralili