'Sedikit' Cerita Kisah Perjalanan, Part:Toraja
Kenapa backpacking? Alasan utama
sih karena belum punya penghasilan sendiri, masih ‘ngemis’ duit sama ortu :D
The next reason is.. traveling dengan budget minim sangat bermanfaat melatih keterhematan,
ketersiagaan, keterpedulian, ketermandirian, apa lagi yaaa .. *mikir* .. yang
paling berasa sih kebersamaannya dengan orang-orang sekitar, kalo englishnya
itu down to earth, ceileeh.. :D
Nah, saya sudah beberapa kali
traveling (catet yaa.. be-be-ra-pa-ka-li, belum bisa disebut sering).
Perjalanan pertama saya keluar dari kota kelahiran saya yaitu waktu jaman-jaman
SMP, ke Bali sama adek (ceileeh haha..) teruuss pertama kalinya ke Toraja
bareng papa. Abis itu mulai traveling lagi pas kuliah, tahun baruan ke Toraja
sama teman kuliah (lagi?kebetulan ada yang kampungnya disana hehe). Beberapa
bulan kemudian, ngikut wisata alam mendaki ke Ramma’ Lembah gunung Bawakaraeng,
tempat yang sangat indah. Tidak sampai setahun balik LAGI ke Toraja, rame-rame
sama teman komunitas fotografi kampus (status: sebagai panitia kegiatan).
Selanjutnyaaa.., ngikut mata kuliah KKL/Kuliah Kerja Lapangan (maklum mahasiswa
arsitektur :p) jalan-jalan keliling Macau-Hongkong-Singapura-Malaysia mengamati
bangunan-bangunan terkenal yang ada di sana selama seminggu (disini awal mulai
ketagihan traveling :D). Kemudiaaan..., backpacking pertama sama teman keliling
Surabaya-Jember-Bromo-Batu-Jogja selama 10 hari. Yang terakhir itu kemarin,
Toraja untuk ke empat kalinya, bedanya kali ini solo traveling hihi.. Sekian
riwayat traveling saya, hehe :D
Saya benar-benar ketagihan
traveling dan merasa.. this is my passion and my super big dream is around the
world (yihaaaa! Amiiiin ya pemirsa :D didoain hehe). Iya, mimpi yang sangat
besar dan sangat “damn!-apa-bisa?!” . Okeh, mumpung lagi semangat-semangatnya
nulis, saya mau berbagi cerita tentang pengalaman traveling saya ke Toraja
baru-baru ini, ada sedikit cerita untuk di bagi. :)
Mungkin bakalan ditanya, “kenapa
ke Toraja lagi, setelah sekian kali ke sana??” ... jawaban saya: “Sebagai mahasiswi
semester akhir yang bentar lagi mau lulus (amiin, doanya ya :D) saya memilih
Toraja sebagai lokasi bangunan tugas akhir saya yaitu hotel resort dan butuh
untuk mengunjungi langsung untuk mensurvey lokasi yang akan dipilih” (saya
harap jawabannya cukup jelas, hehe #lupakan). Solo traveling itu sebenarnya
dadakan, karena awalnya mau berangkat sama teman, taunya teman saya itu
berhalangan ikut pada hari H, jadilah saya berangkat sendiri, jeng jeng
jeeeengggg!
Saya berangkat hari Minggu malam,
naik bis penumpang yang memang tujuannya ke Toraja. Walaupun sudah beberapa
kali ke Toraja, saya tidak pernah menggunakan bis umum, dan ini untuk pertama
kalinya. Jadilah saya harus bertanya ke teman-teman yang memang sering pulang
kampung menggunakan bis umum dan memutuskan untuk membeli tiket bis “Bintang
Prima” yang letaknya di jalan Perintis Kemerdekaan. Tiket bis yang saya beli
harganya cukup ‘mahal’ yaitu Rp 110.000,00. Bis tipe AC yang dilengkapi selimut, bantal dan sandaran kaki, bisa
dijamin nyaman untuk perjalanan jauh dan saat malam hari.
“Ada harga, ada kualitas” satu
kalimat yang seringkali ada benarnya. Tiket bis penumpang yang menuju Toraja
sebenarnya bervariasi dari harga Rp 80.000,00-Rp 150.000,00, dari bis non-AC
sampe VIP. Selain bis, ada juga mobil penumpang antar kota yang bisa mengangkut
dari Makassar sampai Toraja, harganya sudah pasti lebih murah. Tetapi karena perjalanan jauh dan malam hari,
maka saya memilih merogoh kocek sedikit lebih mahal demi kenyamanan karena
besoknya pasti harus fit untuk berkeliling Toraja.
Okeh, bis berangkat jam 10 malam
meninggalkan Makassar menuju Toraja. Sesekali singgah untuk beristirahat lalu
melanjutkan perjalanan lagi.Karena ini pertama kali saya menggunakan bis
penumpang menuju Toraja, saya jadi bisa melihat melalui sudut pandang lain
perjalanan menuju kota wisata yang terkenal di Sulawesi ini. Mengingat ini
perjalanan malam hari, saya sudah pasti memilih tidur sementara bis terus
melaju melewati kota demi kota menuju Toraja. Jam 5 pagi, bis mulai memasuki
Toraja, satu per satu penumpang mulai turun di tempat tujuannya hingga akhirnya
bis sampai di kota Rantepao, Toraja Utara.
Waktu menunjukkan jam 06.30 pagi
ketika saya meninggalkan bis dan mulai berjalan mencari penginapan. Kota masih
sepi, beberapa penduduk mulai beraktivitas. Menurut informasi yang saya dapat,
ada penginapan murah di pusat kota Rantepao tepatnya di dekat perwakilan bis
Liman, karena lumayan dekat dengan tempat saya turun, saya berjalan kaki menuju
tempat yang dimaksud. Tibalah saya di ‘Wisma Sarla’, check-in lalu
beristirahat, beruntung saya karena kamar termurah di wisma ini sisa satu,
ternyata banyak dosen-dosen dari luar kota yang menginap disana karena batal
mengawas akibat ditundanya UN di Toraja. Oh iya, harga menginap semalam di
Wisma Sarla yaitu Rp 100.000,00. Agak mahal? Itulah harga penginapan termurah
di Rantepao yang saya dapatkan. Keuntungannya, dapat free breakfast, berada di
pusat kota (dekat dengan perwakilan bis,
pusat perbelanjaan, dan mudah mendapatkan rumah makan yang halal).
Setelah istirahat dan sarapan,
saya memutuskan untuk segera melakukan tujuan utama saya yaitu survey lokasi. Tapi...,
pertama-tama saya butuh kendaraan untuk menuju lokasi-lokasi yang ingin saya
kunjungi. Ada ojek yang menawarkan berkeliling lokasi wisata (takuut, ntar
malah dibawa lari sama tukang ojeknya *negative thinking*), ada juga tawaran
mobil beserta pemandu wisatanya (terlalu mahal boo’,haha. Lagian saya kan
tujuannya bukan untuk berwisata). Daaan setelah bertanya sama Oom Google,
akhirnya saya mendapatkan informasi tempat penyewaan sepeda motor yang murah
meriah. Lokasinya? “di pusat pertokoan Rantepao, ada tugu tongkonan dan pos
polisi, ikuti saja jalan yang searah pos polisi, setelah mentok belok kanan, tempat
penyewaannya tepat di depan sekolah katolik.” Namanya Lebonna Tourist Service,
menyediakan penyewaan mobil dan motor. Ibu-ibu yang menjaga waktu itu juga
sangat ramah dan juga menjelaskan rute-rute yang bisa saya kunjungi, kebetulan
beliau dulunya guide tour. Harga sewa motornya cukup murah, Rp 60.000,00
(matic) dan Rp 55.000,00 (manual). Bisa di pakai dari pagi sampai sore dan dengan
ongkos bensin Rp 10.000,00, saya siap berkeliling!
Saya menuju Bori dan Batutumonga
dengan sepeda motor yang saya sewa, perjalanan yang cukup jauh dan menanjak. Beberapa
kondisi jalannya jelek, namun over all perjalanan saya cukup lancar. Saya
menikmati keuntungan menyewa motor dan membawanya sendiri karena bisa singgah
dimanapun sesuka hati dan pergi kemana sesuka hati juga hehe. Dengan pedenya,
saya menyusuri jalanan sesuai dengan rute di peta yang saya bawa (dikasih sama
ibu-ibu yang tadi,hehe). Dan sebelumnya saya pernah ke Batutumonga, jalannya
cukup jauh. Motor saya terus melaju, belok kiri belok kanan, lurus.. setelah sejam
lebih, akhirnya saya mulai melihat
hamparan sawah yang indah dengan hiasan batu gunung yang besar di tengah-tengahnya,
sebuah pemandangan alam yang indah!
Perjalanan tidak sampai disitu, saya
memutuskan untuk melanjutkan perjalanan (tentu saja sambil mengambil data-data
yang saya perlukan) lagi dan lagi saya
ditakjubkan dengan pemandangan alam yang sangat indah. Batu-batu besar yang
berada di tengah sawah, aktivitas penduduk lokal, pemandangan alam khas
pegunungan, hingga saya menemukan satu spot dimana kita bisa melihat kota
Rantepao di kejauhan. Empat jam perjalanan tidak terasa hingga saya kembali ke
kota Rantepao untuk makan siang. Tempat makan andalan saya di kota Rantepao
yaitu rumah makan Mitra Fatma yang terletak di jalan Ahmad Yani, salah satu
rumah makan yang halal (Insya Allah) di kota Rantepao. Setelah makan, saya
kembali ke penginapan untuk beristirahat sejenak dan kemudian melanjutkan
perjalanan ke kawasan wisata Ke’te Kesu di daerah selatan Rantepao.
Setelah
puas berkeliling, saya kembali ke pusat kota dan berkeliling di area pertokoan.
Sedikit tips untuk berbelanja oleh-oleh barang, harga barang di tempat-tempat
wisata lebih murah dibandingkan dengan harga barang yang ada di pusat pertokoan
Rantepao, jadi belanjalah selagi anda berada di tempat wisata, hehe. Setelah capek,
saya menuju perwakilan bis untuk membeli
tiket pulang ke Makassar besok paginya. Ternyata tidak banyak bis yang berangkat
ke Makassar pada pagi hari, dan saya mendapatkan tiket bis penumpang “Pelangi”
non-AC seharga Rp 70.000,00. Saya memilih berangkat pagi hari karena urusan
saya di Toraja sudah selesai dan ingin merasakan perjalanan yang lain memakai
bis pagi dan non-AC,hehe..
Bis berangkat jam 8 pagi dari
kota Rantepao. Di sepanjang perjalanan Toraja-Enrekang, pemandangan alam masih
mempesona pandangan saya. Melewati kota-kota lain, banyak terlihat aktivitas
petani-petani yang sedang memanen hasil sawah mereka, ternyata sedang musim
panen. Dan akhirnya setelah sembilan jam perjalanan, bis sampai di Makassar dan
disambut dengan kemacetan khas kota plus hujan. Bis berhenti di terminal Daya, masih
hujan, saya turun dan memutuskan untuk berlarian mencari angkot (pete-pete).
Sedikit bingung karena saya sama sekali belum pernah turun di terminal, agak
miris juga sih, terminal kota sendiri kok tidak hapal. Terminal sepi, hujan
pula dan sudah mulai gelap, mulai deg-degan! Untung saja ada bapak-bapak
penjaga terminal yang baik dan menunjukkan arah dimana saya bisa menunggu
pete-pete untuk pulang. Setelah mendapatkan
pete-pete menuju rumah, saya akhirnya bernafas lega dan pulang.
Sekian ‘sedikit’ cerita saya dari
perjalanan ke Toraja hehe. Saya selalu
ingin dan ingin lagi berkunjung ke tempat-tempat indah lainnya di Indonesia
bahkan di dunia. Menikmati, mensyukuri dan ikut menjaga setiap keindahan alam
yang disajikan Tuhan untuk kita.
~ jiwa ini bebas, langkah ini
lepas. Aku ingin menapakkan jejakku di seluruh muka bumi ini, Tuhan. #Me
Komentar
Posting Komentar