Ramma' .. sebuah cerita :)

Sebuah cerita ...
Menatap jalan setapak
Bertanya - tanya sampai kapankah berakhir
Mereguk nikmat coklat susu
Menjalin persahabatan dalam hangatnya tenda
Bersama sahabat mencari damai
Mengasah pribadi mengukir cinta
Mahameru-Dewa

              Bolehkah jika saya membagi sedikit cerita ini, cerita yang ku tahu tidak akan terlupakan, cerita yang ku tahu akan terus ku kenang walau untukku sendiri. Kisah ini  mungkin biasa bagi sebagian orang, tidak menarik dan seseru yang mereka alami, tapi kisah ini tetap mendapat tempat khusus dalam deretan memori yang tidak ingin ku lupakan. Kisah perjalanan Ramma’, lembah gunung Bawakaraeng. Kisah bersama orang-orang yang baru ku kenal, kakak-kakak dari UKM Fotografi Unhas (Kak Alfi, Kak Yaya, Kak Endang, Kak Anca, Kak Firga, Kak Lider, dan Ikki).

           Bagaimana sih awal mula kok bisa diadakan kegiatan ini? Ya itu sih ide yang sudah lama diwacanakan di UKMF sendiri, tapi tidak pernah bisa terwujud entah mengapa. Okay, pelopor yang mewujudkan kegiatan ini, say thanks to kak Anca ma kak Lider :) . Awalnya sih cuma jenuh dan kangen mau mendaki, makanya di ajaklah kami-kami ini yang ada di UKMF untuk mendaki bareng. Peminat awal? Jangan ditanya, semua pada berminat mau ikut, tapi semakin mendekati hari-H pesertanya menciut sedikit demi sedikit dan tinggallah delapan orang ini yang berangkat. Oia, dimana ada rencana pasti ada kendala (seperti dimana ada gula pasti ada semut, halah!) kendalanya ya sempat tidak disetujui oleh pengurus dan sengaja dibuat supaya batal untuk berangkat, kendala lainnya ya dari segi alat dan persiapan yang tidak full. Lepas dari semua itu, everything’s good.
                Then let’s we go, ayo berangkaaaat. Ngumpulnya itu di kostan kak Alfi, hari Jum’at siang sehabis sholat Jum’at. Dan seperti biasa, ngareet. Ternyata eh ternyata, semua (kecuali saya donk, haha) belum packing barang-barangnya. Jadinya yah semua saling menunggu, barang-barang umum seperti kompor, panci, ransum, dll pun di packing ulang ke dalam tas carrier. Cek per cek, kita berangkat jam 5 sore dari Makassar menuju ke Lembanna. Oia, Lembanna itu desa terakhir sebelum memasuki jalur pendakian menuju Ramma. Karena di sepanjang perjalananpun kita banyak singgahnya, terutama singgah beli kertas nasi gegara tidak ada yang ingat untuk bawa alat makan (ketahuan kan disini persiapannya benar-benar tidak maksimal, hehe) alhasil kita sampai di Lembanna jam 9 malam dan sudah sangat dingiiiiiiin dan sepi, brrrr!
                Akhirnya sampai jugaaa :), eh tapi sudah malam jadinya mau mendaki malam-malam?? Oh tidak bissaaa, kata kak Anca (yang secara tidak langsung jadi ketua dari kelompok kecil ini) mendaki malam itu banyak resiko apalagi peserta yang ikut banyak cewek yang pemula. Okelah, jadinya kita nginap dirumah penduduk. Tahukah Anda? Penduduk di Lembanna orangnya baik-baik lho, buktinya mereka rela rumahnya dijadikan ‘hotel transit’ bagi para pendaki tanpa memungut biaya sepeserpun! Ya kesadaran dari pendakinya sendiri mau berterima kasih pakai apa ke pemilik rumah. Kembali ke masalah ‘hotel transit’ kita, rumah siapakaaah? Tradadadaa, nama beliau Tata Rappe’. Waktu kami tiba rumahnya udah gelap, kayaknya beliau udah tidur, diketok-ketok agak lama barulah Tata nya keluar dan mempersilahkan kami masuk (tuh kan, mereka baik. jadi tidak enak karena mengganggu malam-malam, hhuuff) oke, mari silahkan anggap saja rumah sendiri, hehe. Bongkar barang, keluarkan kompor, panci, beras, mie instant, lalu masak-masak (lapar brooooh). Setelah makan, ngobrol bentar ma pemilik rumah, foto narsis, lanjut tiduuuuurrr biar besok pagi kuat jalan ke Ramma. Zzzzzzz!
                Grubak grubuk, eh sudah pagikah? Yang lain pada ribut-ribut, saya bangun, ngecek handphone dan lihat jam, jam 3 pagi! Yaelaaaah, ada yang tidak susah tidur rupanya. Jangan ditanya deh dinginnya, brrrrr banget. Yang lucu itu si Ikki yang tau-tau ikutan bangun dan lipat sarungnya gegara dia kira udah jam 5 subuh, haha. Oiaa, hari ini juga hari ulang tahun Ikki lhoo, jadinya kita semua bangun makan kue ultah yang sengaja di bawa sm kak Yaya buat Ikki, eciiee (ups, lupa. Dari delapan orang peserta terdapat dua pasang kekasih, Kak Yaya-Ikki dan Kak Firga-Kak Endang, ee sik asiiik hehe) setelah kuenya nyaris habis, ngasih ucapan selamat, semua lanjut tidur lagi. Kukuruyyuuuuk! Tidak terasa ternyata sudah pagi, bangun-bangun-banguuun, sarapan-sarapan-sarapaaaan, packing-packing-packiiiing. Tidak ada yang mandi gegara tidak tahan dingin, biasalaah itu haha.


                Jam delapan pagi, kami berangkat menuju Ramma. Sebelum berangkat, foto narsis dululah pake bendera UKMF dan tidak lupa berdoa. Kabut dimana-mana, udara dingin yang segar, kebun-kebun buah dan sayur penduduk, dari kejauhan gunung Bawakaraeng berdiri angkuh, kami melangkahkan kaki menuju Ramma, menyapa penduduk yang sedang beraktifitas hingga lewat desa terakhir dan hanya hamparan hutan yang menyambut. Semangat bisa berjalan bersama-sama, sumringah karena rencana wisata alam ini terwujud, dan bahagia berada ditengah-tengah alam semesta. Nyanyi-nyanyi, jalan beriringan, seperti lirik lagu Mahameru, bertanya-tanya sampai kapankah berakhir.

                Hutan pinus, sungai-sungai kecil, hutan lumut, hutan ‘barbie’, tangga akar, lumpur, menjadi teman perjalanan kami. Kata ‘kereeeen!’ tidak berhenti keluar dari mulut kami (terutama saya dan kak Alfi yang senang sekali bisa menjadi bagian dari perjalanan ini). Tuhan begitu baik, menyediakan alam seindah ini disepanjang perjalanan, tidak ada kata bosan, capek pun terbayar lunas dengan kenyangnya mata melihat keindahan alam. Tuhan begitu baik, menyediakan alamnya, sungai-sungai dengan airnya yang segar. Bahkan lumpur pun terasa menyenangkan jika mengotori pakaian.
                Di beberapa spot, kami singgah berfoto narsis bersama-sama. Singgah untuk istirahat. Singgah untuk hunting foto. Singgah untuk makan siang. Jalan lagi, singgah lagi, begitu selama 6 jam kami berjalan. Tanjakan terjal, turunan curam, walaupun ngos-ngosan dan berjalan pelan seperti kura-kura, kami tetap senang dan menikmati semuanya. Daaaan ketika tiba di puncak Tallung, subhanallah! Di Tallung lah puncak keindahan sepanjang perjalanan, keren! Kabut menutupi pemandangan di bawah, lalu menghilang seakan mengizinkan kami sesaat melihat indahnya pemandangan lembah di bawah sana, pemandangan sungai-sungai bekas erosi gunung Bawakaraeng, sejauh mata memandang, hijau!indah!kereeen!hehehe (bahagia sayaaa :D)


                Dari Tallung, kami turuuun turun turun menuju Ramma. Jam menunjukkan angka 2 ketika kami sampai di Ramma (yeah, akhirnya sampai juga!haha) lalu mencari tempat untuk berkemah. Terlihat beberapa tenda-tenda pendaki yang lainnya yang sudah tiba lebih dulu. Setelah dapat tempat yang pas, para lelaki membongkar isi carrier masing-masing lalu memasang tenda sambil hujan-hujanan. Tenda siap, barang sudah aman didalam tenda, giliran ceweknya yang beraksi memasak makanan dan kami makan bersama-sama, sepiring berdua karena piring hasil pinjaman dari Tata Rappe’ cuma ada empat. Hujan sepanjang sore membuat kami berdelapan berteduh bersempit-sempitan di dua tenda kecil. Kebersamaan seperti itu yang tidak terganti.

                Sore berganti malam dan semakin gelap, eh ternyataaa sumber cahaya kami hanya sebuah handphone yang ada senternya dan empat batang lilin. Api unggun?? Jangan ngarep, kan habis hujan dan udara semakin dingin tidak memungkinkan membuat api. Alhasil, kami romantisan dengan cahaya lilin seadanya, ngobrol-ngobrol sampai semuanya pada ngantuk, okay lets go sleep. Zzzz! Gruduk gruduk gruduk, saya terbangun. Ada apa ribut-ribut diluar tenda tengah malam begini? Ternyata kak Alfi, kak Yaya, dan kak Endang juga terbangun sama suara gaduh. “siapa diluar?”tidak ada yang menjawab. “Anca??”tanya kak Alfi, tetap tidak ada jawaban dan masih gaduh. Tiba-tiba, duk! duk! tenda kami diseruduk, aw. Waaah, ternyata sapi!ckck. Semua pada diam, si sapi-sapi itu masih juga gaduh entah berapa lama sampai saya tertidur kembali.
                Paginyaa, begitu keluar dari sleeping bag dan tenda, bbbrrrrrrrr udara dingin dan kabut menyapa. Segar setelah cuci muka dan sikat gigi (jangan tanya soal mandi, sudah jelas!) kami membuat sarapan. Salut buat kak Yaya yang kreatif, roti yang pinggirannya udah jamuran bisa disulap jadi roti bakar yang enak, hehe. Tanpa mentega (menteganya dimakan sama sapi semalam), roti bakar sarapan kami jadi juga, isinya susu plus meises, itupun susunya dihangatkan dulu karena membeku saking dinginnya, nyyaaaaammmyy :9 hehe.

                Setelah sarapan, saya, kak Alfi dan kak Anca berkeliling area perkemahan dan berniat mengunjungi rumah tata Mandong di sisi lain lembah tempat kami berkemah. Kak Firga, kak Endang dan kak Lider menyusul beberapa saat kemudian. Sekedar info, Tata Mandong adalah satu-satunya penduduk yang tinggal di lembah Ramma. Beliau sudah tua, mungkin hampir sama seperti Mbah Marijan yang legendaris itu. Beliau tinggal sendiri di rumahnya yang sederhana. Sesekali ditemani anak-anak pendaki yang menginap di Ramma. Saya salut, beliau sangat dekat dengan alam, mencintai alam Bawakaraeng sehingga ikhlas tinggal jauh dari peradaban manusia modern seperti kami-kami ini. Kami berbincang-bincang sedikit, Tata begitu ramah dan sudah terbiasa dengan kehadiran anak-anak muda di sekitar rumahnya, beliau juga menyajikan kami permainan harmonikanya yang indah didengar ditengah-tengah alam pegunungan. Tidak lupa, sebelum pamit kami menyempatkan berfoto bersama Tata Mandong, hehe.


                Packing lagiii, kami meninggalkan Ramma jam 10 pagi, mendaki lagi menuju Tallung. Beberapa pendaki lainnya juga sudah ada yang meninggalkan Ramma lebih dulu dan ada yang masih bersiap-siap. Tallung siang itu cukup ramai oleh pendaki yang pulang maupun yang baru ingin menuju Ramma. Kesempatan ramai ini tidak dilewatkan untuk berfoto bersama sebagai kenang-kenangan (lagi-lagi, Narsis!) 

Perjalanan pulang tidak terasa karena entah kenapa kami lebih banyak diam, sesekali bertemu pendaki lainnya, sesekali beristirahat sejenak, dan singgah makan siang. Hujan turun sepanjang perjalanan setelah makan siang, becek dan genangan air dimana-mana, daun-daun yang basah dan tersambar mentransfer basahnya ke lengan baju ataupun tas, tapi rasanya sejuk dan lebih asik berjalan dalam hujan ditengah hutan, rasanya gimanaaa gitu, hehe.
                Di tengah perjalanan, rombongan kami terpisah. Saya, kak Alfi, kak Lider dan kak Anca paling depan. Kak Yaya dan Ikki berikutnya. Kak Firga dan Kak Endang di belakang. Setelah pos 1, kak Anca terpisah lagi. Alhasil, saya, kak Alfi dan kak Lider jalan bertiga dan sampai paling awal dirumah tata Rappe’, disusul kak Anca, lalu Ikki dan kak Yaya, paling akhir kak Firga dan kak Endang. Dan finally, perjalanan kami sukses! Toss!toss!toss! hehehe. Kami disambut kabut-kabut disepanjang desa Lembanna, suasana desa yang sangat tenang. Setelah bersih-bersih, packing, dan berterima kasih kepada tata Rappe’ dan keluarganya, kami berangkat menuju Makassar, pulang ke rumah masing-masing setelah 3 hari bersama-sama menyapa alam Lembanna dan Ramma.

Terima kasih untuk perjalanannya yang menyenangkan kakak-kakak, terima kasih untuk pengalaman ini, saya sebagai peserta paling muda sangat senang menjadi bagian dari kalian, menjadi adik kalian dan mengenal kalian.
Terima kasih Lembanna, untuk udara dingin yang segar dan kabut-kabut serta keramahan pendudukmu. 
Terima kasih Ramma, untuk alam yang sangat indah serta rasa kebersamaan yang kau hadirkan untukku dan kakak-kakakku.
Juga terima kasih tata Mandong, bersedia dalam kesendirian menjaga alam Ramma dan Bawakaraeng. 
Terima kasih Tuhan, melindungi kami dari awal hingga akhir perjalanan ini. 
Saya ingin kembali ke Ramma, atas ijinMU.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Island Trip ; Pulau Podang-Podang Caddi

My favourite outdoor place (1); Danau Tanralili, Kab. Gowa, Sulawesi Selatan.

Mountain Trip ; Camping di Danau Tanralili